Tarian Kuda Lumping, Kesenian Asli Indonesia Yang Kian Terlupakan.
e-newsbinjai.com
Binjai - Di era globalisasi saat ini, banyak kesenian asli Indonesia seakan terlupakan dan tidak lagi mendapatkan perhatian dari pemerintah bahkan masyarakat, yang tentu saja akan berdampak buruk terhadap kelestarian budaya seni asli Indonesia, Minggu (30/4).
Salah satunya adalah kesenian kuda lumping, kesenian yang memadukan unsur seni tari dan seni musik khas suku Jawa ini, seakan terlupakan dan sudah sangat jarang kita ditemui di kota-kota besar saat ini.
Hal ini tentu saja sangat disayangkan, mengingat kesenian asli Indonesia, sudah sangat sering di klaim oleh bangsa asing sebagai milik mereka, dimana hal ini juga tidak terlepas karena kurang nya perhatian dari pemerintah dan kecintaan masyarakat Indonesia terhadap kesenian milik mereka sendiri.
Namun, ditengah kurangnya perhatian dari pemerintah dan masyarakat atas kesenian ini, ada segelintir orang yang masih ingin menjaga dan melestarikan kesenian yang sudah berumur ratusan tahun ini.
Ialah Wak Mun (53), pimpinan dari Kesenian Tradisional Kuda Kepang (Wak Mun) Budoyo Putro Joyo, yang beralamat di Jalan Melinjau Pasar V Jawa, Tandam Hulu 1, Kecamatan Binjai Utara, Binjai,
Mun membentuk group kesenian kuda lumping ini karena kecintaan nya terhadap kesenian ini, group yang beranggotakan 15 orang remaja putra dan putri ini, berdiri sekitar 2 bulan terakhir dan sudah mendapat beberapa panggilan untuk mengisi acara hajatan pesta pernikahan ataupun khitanan warga.
Terlihat sekumpulan remaja tengah menari mengikuti dentingan gamelan yang seirama dengan detakan pukulan gendang, saat mereka mengisi acara hajatan warga di Jalan Teratai, Kelurahan Pahlawan, Kecamatan Binjai Utara, Binjai.
Namun ada satu hal unik dalam kesenian yang menggunakan replika kuda yang terbuat dari kayu itu, disaat para penari kuda lumping mengikuti irama musik, sebagain penari terlihat seakan tidak sadarkan diri, dan mengaum layaknya seekor singa.
Hal ini dinamakan "kemasukan" atau dimasuki roh leluhur, dengan kata lain sang penari tidak lagi sadar sepenuhnya dengan apa yang dilakukan nya, selagi dirinya dalam proses kemasukan itu.
Salah satu penari kuda lumping pimpinan Mun, Bila (17) mengatakan, bahwa dirinya memang tidak sadar ketika ia telah dimasuki ruh leluhur, yang menurut nya jika ingin bisa seperti itu, harus melalui proses latihan dan ritual sedemikian rupa.
"Saat kemasukan Endang (ruh-red) ya saya tidak sadar, jadi ya gelap aja semua, hingga akhirnya nanti guru, menyadarkan saya", ujarnya polos.
Selain menjadi pimpinan di group kuda lumping, Mun juga bertindak sebagai guru bagi para penari yang tergabung di groupnya tersebut, Mun menjelaskan bahwa saat ini memang panggilan untuk pergelaran kesenian kuda lumping sangat sepi, tidak seperti dahulu, yang bisa tampil sebanyak 3 sampai dengan 4 kali seminggu.
"Saat ini memang beda sama dulu bang, kuda lumping ini seperti sudah dilupakan masyarakat, kalau dulu bisa 3 sampai 4 kali seminggu nampil, sekarang tidak sampai segitu", ucap Mun.
Saat ditanya tentang harapan nya kedepan, Mun mengungkapkan bahwa dirinya ingin agar pemerintah setidaknya memberikan perhatian lebih terhadap kesenian asli Indonesia ini.
"Ya kalau bisa pemerintah lebih memperhatikan kami yang melestarikan kesenian asli Indonesia ini, agar nantinya kesenian ini tidak di klaim oleh bangsa asing seperti kesenian Reog Ponorogo, dan Tari Kecak Bali", ungkap nya.
Memang saat ini kesenian tari kuda lumping tidak sefamiliar seperti dulu, namun bukan kah sudah selayaknya kita sama-sama menjaga dan melestarikan kesenian asli Indonesia tersebut. (RFS).