-->


Kejari "tabrak" UU, PP dan Inpres, Andro Oki SH: Itu Sikap "Arogansi" Kajari Binjai

Rabu, 06 Desember 2017 / 18:38
Praktisi hukum Kota Binjai Andro Oki SH, seusai diwawancarai wartawan 


e-news.id

Binjai - Terkait dengan tindakan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai, yang memanggil sedikitnya 22 orang Aparatur Sipil Negara (ASN) di jajaran Pemerintah Kota Binjai, dengan dasar dugaan tindak pidana korupsi, praktisi hukum Kota Binjai Andro Oki SH, mengatakan bahwa hal tersebut adalah perbuatan yang "menyimpang", melanggar hukum, serta menggambarkan sikap "arogansi" dari Kajari Binjai, Rabu (6/12).

Andro Oki SH, menuturkan bahwa pemanggilan terhadap ASN yang berstatus sebagai Kepala Sekolah tingkat Sekolah Dasar (SD) itu, jelas-jelas telah melanggar Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2014, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah  dan Intruksi Presiden (Inpres) nomor 1 tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

"Menurut UU Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, PP nomor 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Inpres nomor 1 tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, perbuatan pihak Kejari itu jelas tidak dibenarkan dan jika telah dilakukan atau dilanjutkan, maka itu berarti pihak Kejari telah melanggar hukum," tutur Oki.

Oki menjelaskan, dalam UU nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Paragraf 6, Bagian kedua (Pembinaan dan Pengawasan Kepala Daerah Terhadap Perangkat Daerah) Pasal 380 ayat 2 yang berbunyi, 'Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati/Walikota dibantu oleh Inspektorat Kabupaten/Kota.

"Dalam UU yang saya maksud diatas kan sudah jelas, dalam pembinaan dan pengawasannya, setiap yang berhubungan dengan ASN, maka pihak Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) harus dilibatkan, kalau tidak, itu berarti sudah melanggar Undang-undang atau melanggar hukum," terang Oki.

Kajari Binjai Viktor Antonius Saragih Sidabutar SH.MH, saat diwawancara wartawan diruangannya 


Masih Oki, dalam PP nomor 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan, Bagian kelima, pasal 25 ayat 3, yang mengatur soal, 'Aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan atas laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, sesuai tata cara penanganan laporan atau pengaduan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan APIP.

"Didalam PP nomor 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pihak penegak hukum itu, harus terlebih dahulu berkoordinasi dengan pihak APIP," terang Oki.

Sedangkan dalam Inpres nomor 1 tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, bagian keenam, pasal 2, Oki kembali menambahkan bahwa pihak, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, 'Meneruskan/menyampaikan laporan masyarakat yang diterima oleh Kejaksaan Agung atau Kepolisian Republik Indonesia mengenai penyalahgunaan wewenang dalam pengerjaan proyek strategis nasional, kepada pimpinan kementerian/lembaga atau pemerintah daerah untuk dilakukan pemeriksaan dan tindak lanjut penyelesaian laporan masyarakat, termasuk dalam hak diperlukan adanya pemeriksaan oleh APIP.

"Sedangkan dalam Inpres nomor 1 tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Presiden Republik Indonesia secara tegas mengatakan bahwa, jika ada temuan atau laporan masyarakat, pihak Kejari dan Kepolisian juga harus berkoordinasi dengan APIP terlebih dahulu," tambahnya.

Berdasarkan 3 hal diatas, praktisi hukum yang sebelumnya sempat menjadi kuasa hukum Prodeo di Pengadilan Negeri (PN) Binjai itu mengatakan, bahwa apa yang dilakukan oleh pihak Kejari Binjai tersebut adalah semata-mata tindakan "arogansi" dari pimpinan Kejari Binjai, dalam hal ini Kepala Kejaksaan Negeri Binjai, Victor Antonius Saragih Sidabutar SH.MH.

"Ini hanyalah sikap "arogansi" dari Kajari Binjai, hal ini dapat saya katakan mengingat, dimulainya penyelidikan atas dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2010, di sekolah-sekolah yang dipimpin oleh para kepala sekolah tersebut, dimulai pada 15 November 2017 atau dengan kata lain, sesudah 3 acuan hukum yang saya sebutkan tadi sudah berlaku atau sah di Republik Indonesia," ucap Oki. (RFS).
Komentar Anda

Terkini