Dua eks terpidana asimilasi, saat diamankan di Mapolres Binjai, setelah mengulangi perbuatan jahatnya. |
e-news.id
Binjai - Saat ini, pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham), tengah menjalankan program Asimilasi dan Integrasi, terhadap para warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) serta Rumah Tahanan Negara (Rutan) yang melebihi kapasitas, guna mengantisipasi penyebaran Covid-19, Sabtu (16/5/2020).
Pembebasan para Nara Pidana (Napi) tersebut, diatur pemerintah dalam Pasal 23 Permenkumham Tahun 2020, yang berbunyi, "(1) Peraturan Menteri ini berlaku bagi narapidana yang tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidananya dan anak yang tanggal 4 (satu per dua) masa pidananya sampai dengan tanggal 31 Desember 2020. (2) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berakhir sampai dengan masa kedaruratan terhadap penanggulangan Covid-19 yang ditetapkan pemerintah berakhir,".
Kebijakan pemerintah yang dapat dikatakan baik ini, tidak seutuhnya berdampak positif, terdapat beberapa persoalan yang timbul di masyarakat. Seperti contohnya, para eks napi yang mendapat program asimilasi dan integrasi, kembali melakukan tindakan kriminalitas setelah dibebaskan dari dalam penjara.
Tercatat, dari data yang dirilis pihak Mabes Polri melalui halaman resmi Twitter @DivHumas_Polri, tertanggal 12 Mei 2020 kemarin, Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan, merilis, sebanyak 106 napi asimilasi yang kembali melakukan tindak pidana dan tersebar di 19 wilayah hukum jajaran Polda.
Dari rilis tersebut juga, terdapat 3 nama provinsi yang paling banyak para eks napi asimilasi-nya kembali melakukan perbuatan melawan hukum dan Sumatera Utara adalah salah satunya. Dijabarkan, sekurang-kurangnya, ada 13 mantan warga binaan di Sumatera Utara kembali mengulah.
Kota Binjai, adalah salah satu daerah yang diketahui terdapat mantan napi mengulangi perbuatan jahatanya. Dari informasi yang berhasil dirangkum e-news.id, sedikitnya 2 orang mantan tahanan Lapas Klas IIA Binjai, telah diamankan pihak kepolisian Polres Binjai, karena diduga kuat kembali melakukan tindakan kriminal, dengan catatan, keduanya dibebaskan melalui program asimilasi tersebut.
Kedua eks napi asimilasi tersebut, diketahui bernama ST alias Ucok Sengok (39) warga Jalan Pradana, Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Timur, Binjai, dan Mustaqim (28) warga asal Provinsi Aceh. Keduanya kembali melakukan tindakan serupa atas apa yang dipidanakan kepadanya, yaitu, pencurian sepeda motor dan pencabulan anak di bawah umur.
Baca Juga : Satu lagi Eks Napi Asimilasi Lapas Binjai Berulah, Terhitung 3 Kali Cabuli Anak di Bawah Umur
Menanggapi prihal tersebut, berbagai pihak pun diwawancarai langsung oleh e-news.id, mulai dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Klas IIA Binjai, Kapolres Binjai, Hakim Pengadilan Negeri Klas 1 B Binjai hingga praktisi hukum asal Kota Binjai, dan mereka memberikan konfirmasi-nya, guna kepentingan publikasi serta edukasi kepada masyarakat.
Ditemui di kantornya, Kalapas Klas IIA Binjai, Maju Siburian, membenarkan kedua tersangka yang diamankan pihak kepolisian adalah eks napi asimilasi yang sebelumnya terdata sebagai warga binaannya, ia juga mengatakan, proses pembebasan dari dua orang tersebut telah sesuai dengan peraturan yang ada.
"Benar, yang bersangkutan adalah warga binaan kita, jadi secara unit dapat saya jelaskan sebanyak 254 orang warga binaan telah dibebaskan, secara regulasi itu kita menjalankan sesuai dengan Kemenkumham Nomor 10 Tahun 2020 dan telah sesuai azas dan prosedurnya, dalam hal ini ia telah menjalani setengah masa hukumannya dan dua pertiga di 31 Desember 2020 untuk pengurusan integrasi, dan juga berkelakuan baik," ujar Maju Siburian.
Disisi lain, Kapolres Binjai, AKBP Romadhoni Sutardjo SIK, juga membenarkan, pihaknya telah berhasil mengamankan dua orang tersangka yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum, setelah dilakukan penyidikan, diketahui keduanya adalah eks napi asimilasi dan selanjutnya langsung diserahkan kepada pihak Lapas. Hal itu dikarenakan, sebelumnya Polres Binjai telah berkoordinasi lebih jauh soal, jika adanya pelaku kejahatan yang baru bebas karena diasimilasi, maka dapat dikembalikan langsung ke Lapas.
"Benar, kita telah mengamankan dua orang pria yang diduga melakukan tindak pidana, jadi setelah kita lakukan penyidikan dan diketahui kalau keduanya ini adalah eks napi asimilasi, kami langsung menyerahkannya kepada pihak Lapas, karena sebelumnya, kita sudah berkoordinasi, untuk hal tersebut, nantinya si tersangka akan melanjutkan sisa vonis hukumannya," kata AKBP Romadhoni Sutardjo SIK.
Selanjutnya, salah satu Hakim merangkap Kehumasan PN Klas 1 B Binjai, David Simare-mare, ketika ditemui di kantornya menuturkan, sebagai aparatur penegak hukum yang sempat menangangi kasus salah satu eks terpidana asimilasi atas nama Mustaqim, dengan perkara pencabulan anak di bawah umur, ia meminta kepada pihak kepolisian serta kejaksaan untuk melampirkan data terkait perbuatan para pelaku tersebut dalam proses hukumnya, agar nantinya, pihaknya akan memberikan pertimbangan pemberatan bagi mereka yang mengulangi perbuatan jahatnya meski telah mendapat pengampunan melalui program pemerintah.
"Iya, saya ingat itu kasus si Mustaqim, dia pencabulan anak di bawah umur, saya salah satu hakimnya, kemarin sudah kita jatuhi hukuman yang setimpal yaitu pidana 8 tahun 3 bulan denda 1 miliar subsider enam bulan, dan telah bebas melalui program asimilasi, sekarang dia buat lagi kasus serupa, kita minta kepada polisi dan jaksa, agar melampirkan data soal asimilasi dan pengulangan perbuatan mereka ini, dan jika memang nanti terbukti bersalah, akan kita berikan pemberatan terhadapnya," pinta David Simare-mare.
Baca Juga : Baru Bebas Karena Asimilasi, Ucok Sengok Malah Kembali Mencuri Kakinya 'Didor' Polisi
Selain para aparatur hukum yang berkaitan dengan tindak tanduk eks napi asimilasi tersebut, seorang praktisi hukum asal Kota Binjai, Andro Oki SH, juga memberikan tanggapannya kepada e-news.id. melalui telepon seluler pribadinya, ia mengatakan, dalam pembebasan warga binaan melalui program besutan Kemenkumham, harus melalui proses evaluasi yang selektif dan benar-benar terbebas dari kepentingan individu maupun kelompok.
"Jadi, program asimilasi dan integrasi dari Kemenkumham itu, harus benar-benar selektif dan evaluatif dalam pemberiannya, jangan asal sudah jalani setengah dan atau sepertiga masa tahanannya bisa langsung main bebaskan begitu saja, harus dilihat lagi track record dari terpidanya, apakah dia pernah mengulangi kejahatan yang sama, dan secara psikologis juga dinilai, apakah yang bersangkutan sudah siap berbaur dengan masyarakat di luar penjara, karena jika tidak, ya begini jadinya, kemungkinan berulah lagi akan selalu ada. Serta, program ini kan berhubungan dengan hak manusia, jadi sangat baik sebenarnya, tapi jangan sampai ada kepentingan individu atau kelompok yang bermaksud untuk menungganginya, bisa rusak hasilnya," cetus Oki.
Lebih jauh, Andro Oki SH, juga mempertanyakan sejauh mana pengawasan dari para pihak terkait terhadap para eks terpidana asimilasi setelah dibebaskan dari dalam penjara, sejatinya, mereka yang menerima pembebasan tersebut bukan karena telah selesai masa hukumannya, melainkan, diberikan ampunan oleh pemerintah guna mengantisipasi penyebaran Covid-19 di Indonesia.
"Sekarang kita tanya, bagaimana proses pengawasannya, apakah telah dilakukan, atau mereka yang bebas karena asimilasi itu di biarkan begitu saja, mereka bebas bukan karena hukuman atas vonis pidananya telah selesai, mereka dibebaskan karena dapat ampunan dari pemerintah melalui program asimilasi dan integritas Kemenkumham, untuk menangani persebaran wabah Corona, jadi, seharusnya mereka diawasi secara khusus atau minimal data mereka disampikan kepada polisi sampai ke tingkat Polsek dan kelurahan, jadi mudah memantau pergerakannya, begitu menurut saya," ungkapnya. (RFS).