Ilustrasi : Masa pendemo dengan alat peraga bertuliskan Gaji Tidak Tentu (GTT). |
Kutacane - Mereka mulai bersuara, bercerita soal bagaimana pedihnya menjalani hidup di tengah himpitan ekonomi, pasca Covid-19 menerpa negeri ini. Bukan hanya soal pandemi, tapi juga soal gaji. Hak yang seharusnya didapatkan, setelah menukarkan tenaga, waktu dan pikiran, yang mereka miliki untuk sebuah pekerjaan.
'Pasukan oranye' mereka biasa disapa. Tugasnya, menjaga kebersihan dan keindahan sebuah daerah, agar seluruh warga kota, tetap merasa nyaman dalam menjalani rutinitas kehidupan di setiap harinya.
Bukanlah mudah, berjibaku dengan tumpukan-tumpukan sampah yang kebanyakan orang pun menghindarinya. Ditambah lagi, pundi-pundi rupiah yang mereka terima di bawah pendapatan masyarakat pada umumnya.
Cerita yang terungkap di atas, adalah segala keluh kesah yang keluar dari rongga suara, seorang tenaga honorer alias anggota kerja pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Aceh Tenggara.
Sebut saja dia berinisial A, tenaga honorer yang tak ingin dipublikasikan identitasnya, mulai angkat bicara. Ikhwal hak yang terbengkalai selama tiga bulan lamanya. Tidak banyak, hanya 750 ribu rupiah perbulannya, namun itu tetap haknya yang harus diserahkan agar dapat menghidupi keluarga kecilnya.
Ia bercerita, dengan maksud agar terdengar suaranya hingga ke telinga pimpinan tertinggi di sana. Bahwa ia dan teman-temannya, sudah hampir habis batas kesabarannya, karena luput dari perhatian pemerintah yang berkuasa.
Bersambung>>
[cut]
Bagaimana tidak, terhitung sejak bulan Juni tahun ini, mereka sama sekali terkatung-katung nasibnya, karena gaji yang selama ini mereka harapkan tak kunjung muncul batang hidungnya. Bahkan, sampai dengan saat ini, tidak ada kejelasan, kapan mereka akan menerima hasil keringatnya sendiri.
Biasanya, pada tanggal 20 setiap bulannya, para pekerja yang jumlahnya mencapai tiga ratusan itu, menerima hasil dari jerih payahnya menjaga kebersihan seisi kota. Namun kini, mereka hanya bisa menanti dan terus menanti.
Baca juga : Pemkab 'Tutup Mata', Warga Mengeluh Soal Pungli Jembatan Darurat Sekitar Proyek PUPR Agara
Ketika sesi wawancara masuk pada tanya soal harapan dan keinginan dari dia yang kita sebutkan sebagai A. Ia nya berkata, kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan serta bapak Bupati Aceh Tenggara, agar kiranya peka atas persoalan yang mereka derita.
Karena, bukan hanya segala kebutuhan hidup yang harus terpenuhi dalam rumah tangga, tetapi ada juga anak-anak tak berdosa, yang menaruh asa di setiap kepulangan mereka seusai bekerja.
"Kesal dan kecewa dikarenakan terpaksa harus ngutang ke sana-sani demi untuk kebutuhan hari-hari. Kami sangat berharap honor selama tiga bulan itu segera dibayarkan, agar kebutuhan hidup hari-hari kami bisa terpenuhi," ketusnya.
Di sisi lain, Kepala DLH Agara, Sahidin, sampai berita ini diunggah e-news.id, belum memberikan penjelasan, ketika dihubungi via WhatsApp miliknya. (Samsuri/RFS).