Minta Kejaksaan Turun Tangan : Tiga orang pegiat lingkungan hidup asal Kabupaten Langkat, meminta Institusi Kejaksaan, turun tangan atas dugaan tindak pidana korupsi pada proyek penanaman mangrove di Langkat. |
e-news.id
Langkat - Terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi atas proyek penanaman bibit pohon mangrove di Kabupaten Langkat, kalangan pegiat lingkungan hidup mulai angkat suara, Selasa (6/9/2022).
Suara yang datang dari kalangan pecinta dan pemerhati lingkungan hidup itu, berbunyi agar aparat penegak hukum khususnya Kejaksaan, segera turun tangan.
Baca juga : Kejati Sumut Penjarakan Direktur PT ACR Terkait Dugaan Korupsi Kredit Macet Rp39,5 M
Bukan tanpa dasar, kalangan pegiat lingkungan hidup di Langkat, merasa para "pemain" dalam proyek bernilai ratusan miliar untuk skala nasionalnya itu, seolah tidak tersentuh oleh hukum.
Kepada e-news.id, Zainal Abidin alias Ucok, memaparkan apa yang dia mintakan terhadap aparat penegak hukum, atas kegiatan pekerjaan dengan sumber dana berasal dari pos Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) Realisasi Tahun 2021 itu.
Baca juga : Diborgol Kejatisu, DPO Tersangka Korupsi Bank BRI Menangis Memeluk Ibunya
Dia meminta, agar pihak Korps Adhyaksa, dapat terjun ke lapangan guna memeriksa ataupun menyelidiki pekerjaan, yang diduga telah merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah.
"Sebagai masyarakat dan pegiat lingkungan hidup di Kabupaten Langkat ini, saya dan teman-teman meminta kepada pihak kejaksaan agar melakukan pemeriksaan atas pekerjaan penanaman mangrove di kabupaten ini (Langkat-red). Karena kami menduga, pekerjaannya terindikasi menyimpang dan tidak sesuai dengan sebagai mana mestinya," ujar Ucok.
Baca juga : Dugaan Korupsi! Proyek Penanaman Mangrove Rugikan Negara Miliaran Rupiah
Bersedia berkoordinasi dan memberikan data, lanjut Ucok. Dia dan rekan-rekan sesama pegiat lingkungan hidup di Langkat, siap dipanggil oleh pihak kejaksaan untuk memperlihatkan data atau fakta lapangan yang dimilikinya, terkait indikasi atau dugaan tindak pidana korupsi, dalam proyek tersebut.
"Jika memang diperlukan, kita siap bekerja sama dengan pihak Kejaksaan, untuk menampilkan data ataupun fakta hasil temuan kita di lapangan, atas pekerjaan yang diduga kuat sarat 'permainan' tersebut," tutur pria berkepala plontos itu.
Bersambung >>
[cut]
Tidak hanya 3 KTH lanjutnya, dalam proyek yang ditujukan sebagai program pemulihan ekonomi masyarakat pasca pandemi Covid-19 tersebut. Ucok menjelaskan dengan detail, bahwa secara keseluruhan terdapat 10 KTH yang terlibat dalam penanaman mangrove di Langkat.
"Sebenarnya, dalam pengerjaan proyek itu bukan hanya 3 KTH saja yang terlibat, tapi ada 10 KTH yang ikut mengerjakan dan menerima manfaatnya. Jadi ini proyek yang cukup besar, tidak main-main," ungkap dia.
Baca juga : Soal Dugaan Korupsi Proyek Mangrove di Langkat, Begini Hasil Konfirmasi BRGM, BDPASHL dan KTH
Selain itu, Ucok juga mengatakan bahwa pihak Kejaksaan layak memanggil berbagai pihak yang dianggap bertanggungjawab atas kegiatan penanaman mangrove tersebut, demi kepentingan klarifikasi atau diambil keterangannya, seputar kegiatanyang dimaksud.
"Kami harap pihak kejaksaan bisa memanggil semua pihak terkait seperti BRGM, BDPASHL Wampu Sei Ular, Kadishut Provsu dan para ketua serta seluruh anggota KTH yang melakukan pekerjaan, untuk didengar keterangannya, soal pekerjaan yang kami maksud," tutupnya.
Baca juga : Dugaan Korupsi! Proyek Penanaman Mangrove Rugikan Negara Miliaran Rupiah
Selain Ucok, turut menambahkan Gusti dan Rusli, pegiat lingkungan hidup lainnya, bahwa pihaknya meyakini harga pengadaan bibit pada proyek tersebut diduga kuat mengalami penggelembungan (Mark up). Hal ini sesuai dengan bukti yang mereka miliki bahwa harga perbatang bibit mangrove bukanlah 2.200, melainkan hanya sebesar 1.000 rupiah.
"Dalam Rancangan Anggaran Biaya (RAB) nya, pengadaan bibit harganya 2.200 rupiah, tapi kami punya bukti bahwa harganya hanya 1.000 rupiah. Coba dikalikan ratusan ribu batang, sudah berapa mark up nya itu, bukankah itu sudah kerugian negara," tandas keduanya.
Bersambung >>
[cut]
Investigasi Lapangan : Awak media e-news.id, melakukan investigasi lapangan, soal adanya dugaan tindak pidana korupsi pada proyek penanaman mangrove di Kabupaten Langkat. |
Pada pemberitaan sebelumnya, e-news.id melakukan penelusuran atas informasi soal dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek penanaman mangrove di Kabupaten Langkat. Dimana, berdasarkan konfirmasi dari pihak BRGM atas nama Aditia, berbunyi, kegiatan tersebut sudah dilaporkan ke pihak BPDASHL Wampu Sei Ular.
"1. Saya mungkin bisa jawab, betul pak ada pekerjaan di 3 KTH yang dimaksud, yang kesemua kegiatannya sudah dilaporkan ke BPDAS Wampu Sei Ular Pak. 2. Saya tidak berwenang untuk menjawab hal tersebut Pak," balasnya melalui aplikasi pesan Whatsapp.
Baca juga : Perkara Dugaan Korupsi CCVT, Jaksa 'Penjarakan' Kadishub Binjai
Sementara dari hasil konfirmasi PPK pada BPDASHL Wampu Sei Ular Horas SiahaanSP, dia mengatakan, pihaknya hanya melakukan pengajuan kegiatan dan verifikasi pekerjaan guna pembayaran dana yang dikucurkan langsung dari BRGM ke rekening KTH dan anggota kelompok.
"Itu uangnya langsung ke rekening KTH dan anggota yang terdaftar untuk Hari Orang Kerja (HOK). Saya tidak ada berkaitan dengan uang, kami ini hanya memfasilitasi saja, karena uangnya dari BRGM di Jakarta sana ke KTH langsung," ujarnya.
Baca juga : Terus Berbenah, Kajati Sumut Idianto Dukung Kejari Langkat Naik Kelas
Di sisi lain, salah satu ketua KTH bernama Solihin, ketika dikonfirmasi lanjutan oleh e-news.id, berujar bahwa pihaknya telah melaksanakan kegiatan sebagaimana mestinya dan malah mempertanyakan keakuratan informasi yang dipaparkan narasumber kepada awak media.
"Itu data dari mana, dari siapa datanya tidak benar itu. Kalau dibilang harga bibit sekitar 800-1.200 rupiah itu gak ada. Kalau di kontrak memang benar harganya 2.200 rupiah, memang segitu harganya," ketus Solihin.
Baca juga : Soal Dugaan Korupsi Proyek Mangrove di Langkat, Begini Hasil Konfirmasi BRGM, BDPASHL dan KTH
Atas konfrontasi informasi dari berbagai pihak di atas. Institusi Kejaksaan Agung Republik Indonesia, yang saat ini tengah mendapat perhatian positif dari masyarakat karena menangani perkara-perkara besar terkait tindak pidana korupsi, dirasa sangat layak menangani perkara tersebut. (RFS).