Kasus Gagal Ginjal Masal : Terkait kasus gagal ginjal akut masal, Kepala Dinas Kesehatan Kota Binjai dr Sugianto Sp.OG, menghimbau agar tidak menggunakan obat sirup jenis apapun kepada anak. |
e-news.id
Binjai - Kasus gagal ginjal akut pada anak kian hari semakin meningkat, di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan, lonjakan pasien dengan gejala awal demam dan dehidrasi berat, telah menjadi perhatian khusus pemerintah.
Menanggapi lonjakan kasus gagal ginjal akut masal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dan Dinas Kesehatan di berbagai daerah telah mengeluarkan surat edaran.
Baca juga : Tindak Lanjuti Usulan Kajari, Pemko Binjai Bahas Anggaran Tanggap Darurat Bencana COVID-19
Surat edaran yang dimaksud, secara eksplisit atau tegas menghimbau agar para tenaga kesehatan, rumah sakit, klinik dan masyarakat, tidak memberikan obat jenis sirup kepada anak yang sedang sakit.
Berdasarkan informasi yang berhasil dirangkum oleh e-news.id dari berbagai sumber, pelarangan menggunakan obat jenis sirup terhadap anak dengan rentang usia 1 hingga 5 tahun, mengingat kasus gagal ginjal akut yang terus meningkat.
Seiring dengan peningkatan tersebut, Kemenkes RI meminta orang tua untuk tidak panik, tetap tenang namun selalu waspada. Terutama apabila anak mengalami gejala yang mengarah kepada gagal ginjal akut seperti ada diare, mual, muntah, demam selama 3-5 hari, batuk, pilek, sering mengantuk serta jumlah air seni/air kecil semakin sedikit bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kota Binjai dr. Sugianto Sp.OG, yang diwawancarai e-news.id melalui sambungan telepon selulernya, memberikan penjelasan soal kasus gagal ginjal akut masal saat ini.
Kepada awak media, dia menjelaskan, dugaan penyebab gagal ginjal akut pada pasien anak yang tengah heboh dan mengkhawatirkan saat ini, diduga akibat mengkonsumsi obat sirup jenis Paracetamol.
Bersambung>>
[cut]
Kasus Gagal Ginjal Masal : Terkait kasus gagal ginjal akut masal, Kepala Dinas Kesehatan Kota Binjai dr Sugianto Sp.OG, menghimbau agar tidak menggunakan obat sirup jenis apapun kepada anak. |
"Jadi, bukan karena jenis obat paracetamolnya. Tetapi, di dalam paracetamol itu ada kandungan Glikol dan Triglykol yang berbentuk butiran itu. Ketika bertemu dengan kalsium yang kita konsumsi dari makanan sehari-hari kita, maka akan bereaksi menjadi kristal dan berpotensi bahaya bagi ginjal," kata dr. Sugianto Sp.OG.
Ketika kalsium bertemu dengan Glikol atau Triglykol yang memiliki sifat dasar asam, lanjut dr. Sugianto Sp.OG, butiran yang mengkristal tentu berbahaya bagi ginjal dan seluruh tubuh. Bahkan, dampak terburuknya dapat menyebabkan kematian bagi korban.
Baca juga : Isu COVID-19 di Binjai, Direktur RSUD Dr RM Djoelham : itu Tidak Benar dan Hanya Bentuk Antisipasi
"Ketika sudah mengkristal, dampaknya bisa mengganggu fungsi ginjal dia akan mengalami dehidrasi dan ketika sudah dehidrasi bisa menyebabkan kematian karena gagal ginjal," ujarnya.
Mengantisipasi dampak bahaya penggunaan obat sirup berbagai jenis tidak hanya paracetamol, pasca meningkatnya kasus gagal ginjal tersebut, Kadis Kesehatan Binjai, telah mengeluarkan surat edaran yang merujuk pada SE Kemenkes RI.
"Kita sudah keluarkan surat edaran seperti surat edaran dari kementerian dan dinas kesehatan provinsi. Intinya kita menghimbau agar jangan menggunakan obat sirup jenis apapun saat ini, kepada anak yang sedang sakit dan kita juga sudah perintahkan petugas untuk turun ke lapangan guna mensosialisasikan perihal ini kepada seluruh pihak yang terkait seperti Puskemas, klinik dan apotek di Kota Binjai," tambahnya.
Sebagai data tambahan, dilansir dari website resmi Kemenkes RI, jumlah kasus yang dilaporkan hingga 18 Oktober 2022 sebanyak 206 dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak, dimana angka kematian pasien yang dirawat di RSCM mencapai 65%.
Baca juga : Ini Tanggapan Dirut RSUD DR R.M Djoelham, Terkait Dugaan Pungli Yang Menimpa Mantan Anggota DPRD Kota Binjai
“Dari hasil pemeriksaan, tidak ada bukti hubungan kejadian AKI dengan Vaksin COVID-19 maupun infeksi COVID-19. Karena gangguan AKI pada umumnya menyerang anak usia kurang dari 6 tahun, sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun,” kata juru bicara Kemenkes dr Syahril. (RFS).