Restorative Justice : Jaksa Agung RI ST Burhanuddin, melalui Jampidum Dr Fadil Zumhana, menyetujui penghentian 19 perkara pidana dengan pendekatan Restorative Justice. |
e-news.id
Jakarta - Melalui pendekatan Restorative Justice (RJ), Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin, melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana, menyetujui penghentian 19 perkara pidana, Kamis (1011/2022).
Ekspose dilakukan secara virtual, yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Adapun 19 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif sebagai berikut :
1. Tersangka ORIANTO MISSA dari Kejaksaan Negeri Kota Kupang yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka MELANTON MOTUKA ALIAS ANTON dari Kejaksaan Negeri Alor yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
3. Tersangka OKTOVIANUS WINDO HARTUN ALIAS OKTO dari Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka YOAKIM KAMI ALIAS BAPAK SISKA dari Kejaksaan Negeri Sumba Barat yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
5. Tersangka IBRAHIM ALIAS SIMON AK HALI (ALM) dari Kejaksaan Negeri Sumbawa yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka EPI SUSANTI ALIAS EPI OKTO dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
7. Tersangka CEP AGUS BIN ENGKUSNADI dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 312 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
8. Tersangka RIZKY ADI SUSANTO BIN DUDI BUDIANTO dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
9. Tersangka SAHLAN ALIAS ADEL BIN MARDANI dari Kejaksaan Negeri Kuningan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
10. Tersangka ADIT DANENDRA BIN CASMA dari Kejaksaan Negeri Kuningan yang disangka melanggar Kesatu Primair: Pasal 310 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Subsidair: Pasal 310 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau Kedua: Pasal 312 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Bersambung>>
[cut]
Restorative Justice : Jaksa Agung RI ST Burhanuddin, melalui Jampidum Dr Fadil Zumhana, menyetujui penghentian 19 perkara pidana dengan pendekatan Restorative Justice. |
11. Tersangka RENDI ARDIAN ALIAS RENDI dari Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
12. Tersangka AGIL SATRIYA ALIAS AGIL dari Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
13. Tersangka NANDA AULIA DAULAY ALIAS NANDA dari Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
14. Tersangka HELMI BIN ALM M. NASIR dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
15. Tersangka ASNERI BIN ALM FAHRUDDIN dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
16. Tersangka SYUKRI BIN MAIDIN dari Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
17. Tersangka ABARUDIN BIN ALM TOMOK dari Kejaksaan Negeri Aceh Singkil yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
18. Tersangka PUTRA BIN ROZAK dari Kejaksaan Negeri Belitung Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
19. Tersangka ENI ALS MBAK ENI BINTI WANDI dari Kejaksaan Negeri Bangka yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Sementara itu, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
• Tersangka belum pernah dihukum.
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
• Pertimbangan sosiologis.
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Ril/RFS).