-->


Kedepankan Sisi Kemanusian, Kejari Binjai Selesaikan Pidana Lakalantas dengan Restorative Justice

Selasa, 27 Agustus 2024 / 18:19
Restorative Justice Kejari Binjai : Dengan mengedepankan sisi kemanusiaan yang berkeadilan dalam proses penegakan hukum, Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai kembali berhasil menyelesaikan persoalan tindak pidana kecelakaan lalulintas (Lakalantas), melalui program Restorative Justice, Selasa (26/08/2024). (Foto: Kejari Binjai/RFS).



Binjai - Dengan mengedepankan sisi kemanusiaan yang berkeadilan dalam proses penegakan hukum, Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai kembali berhasil menyelesaikan persoalan tindak pidana kecelakaan lalulintas (Lakalantas), melalui program Restorative Justice, Selasa (26/08/2024).

Kejari Binjai, yang sebelumnya telah mempertemukan kedua belah pihak antara keluarga korban dengan pelaku tindak pidana Lakalantas, untuk proses mediasi dan perdamaian, akhirnya mendapat persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung RI, guna menyelesaikan perkara tersebut dengan mekanisme RJ.


Berdasarkan informasi dari pihak Korps Adhyaksa, peristiwa kecelakaan itu bermula ketika Suherlambang, yang sehari-hari mencari nafkah sebagai penarik becak bermotor untuk keluargnya, melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Binjai Kota, Kota Binjai, pada 14 Juni 2024 lalu.

Di waktu yang bersamaan melintas seorang ibu atas nama Tengku Halimah (55) di lokasi kejadian. Kecelakaan pun tak terhindarkan, keduanya berbenturan dan akhirnya korban dilarikan ke rumah sakit terdekat.


Pasca kejadian itu, Suherlambang pun mendekam di balik jeruji besi Rumah Tahanan Polisi Polres Binjai. Dia dipersangkakan dengan Pasal 310 Ayat (4)
UU RI No.22 Tahun 2009 tentang LLAJ dengan ancaman 6 tahun kurungan penjara, atas peristiwa yang sama sekali tak diinginkannya.

Dari sana, perkara berlanjut hingga ke Kejaksaan. Melihat duduk perkara yang sejatinya, kedua belah pihak telah bersepakat untuk menyelesaikan permasalahan melalui jalur kekeluargaan, Kejari Binjai pun mengupayakan untuk memediasi keluarga korban dan pelaku.


Dalam mediasi yang dilakukan, keluarga telah menerima segala sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa kecelakaan antara Suherlambang dan korban Tengku Halimah. Mereka menganggap bahwa peristiwa itu adalah kehendak dari yang maha kuasa. 

Sementara itu, di sisi Suherlambang sebagai pelaku, mengakui seluruh peristiwa tersebut adalah kesalahannya dan akan bertanggungjawab penuh serta juga memberi santunan kepada pihak keluarga korban yang telah ditinggalkan.


Dari hasil mediasi tersebut, proses RJ pun dilanjutkan pihak Kejari Binjai. Dan atas dasar mempertimbangkan sisi kemanusiaan berikut dengan kondisi kearifan lokal yang berlaku di masyarakat, akhirnya penuntutan terhadap Suherlambang pun dihentikan secara hukum.

Berkaitan dengan proses RJ tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Binjai Jufri Nasution S.H, M.H, melalui Kasi Intel Kejari Binjai Adre Wanda Ginting S.H, M.H, ketika dikonfirmasi e-news.id, mengatakan, upaya Restorative Justice, ditempuh sebagai jalan untuk memulihkan keadaan di pihak korban.


"Perlu diketahui Restorative Justice merupakan pendekatan pidana yang menjadi tren dalam beberapa waktu terakhir dan tren ini bukanlah sebagai substitusi atau pengganti sistem pidana konvensional melainkan sebagai pelengkap, untuk itu pendekatan keadilan restoratif jangan hanya dipandang sebagai penghentian perkara tapi mendorong pemulihan bagi korban," ujar Adre Wanda Ginting. 

Ditambahkan Kasi Intel Kejari Binjai juga, sebagai aparatur penegak hukum, Kejaksaan senantiasa mengedepankan hati nurani dalam setiap penanganan perkara. Dimana, langkah-langkah yang dilakukan pun tetap berazaskan sisi kemanusiaan serta kebijaksanaan. 


"Dengan terlaksananya penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini tetap menjaga semangat insan Adhyaksa dalam melakukan penegakan hukum yang lebih humanis dilandasi hati nurani. Kendati restorative justice belum komprehensif diatur dalam suatu undang undang, namun dalam pelaksanaannya tetap berpegang pada pedoman Perja Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, yang muara dari pelaksanaannya adalah untuk meningkatkan kinerja serta citra Kejaksaan RI di masyarakat," tambahnya. (RFS).
Komentar Anda

Terkini